![]() |
Diantara Hujan |
“Kok belum pulang ? Nungguin siapa ?” Ucap seseorang yang sudah berdiri disebelahku.
“Eh kamu Ren. Engga kok, aku cuma lupa bawa payung, makanya aku masih disini.” Ucapku pasrah pada sosok yang bernama Rendi.
“Oh, kamu pakai payung aku aja, lagian aku masih ada tugas kelompok yang harus selesai hari ini.” Rendi mengeluarkan sebuah payung hitam dari dalam tasnya kemudian menyodorkannya padaku.
“Kamu yakin ? Kalo tugasmu sudah beres lalu masih hujan bagaimana ? Nanti kamu sakit loh.” Tolakku halus.
“Hahaha, tenang aja, hujan kayak gini sih nggak akan buat aku sakit. Udah ambil, Ibu kamu pasti udah nunggu di rumah.” Ucap Rendi tetap bersikukuh memberikan payungnya padaku. Akhirnya dengan sedikit berat hati kuterima payung pemberiannya.
“Makasih.” Gumamku yang bingung harus berkata apa.
“Yaudah aku masuk dulu yah, lainkali jangan lupa dibawa, inikan lagi musim hujan. Dasar pelupa.” Balas Rendi sambil mencubit hidungku
“Iiihhhh Rendii, sakit tau !!” Jeritku sambil melepaskan tangannya dari hidungku
Rendi hanya tertawa sambil berlalu dariku.
***
Kupandangi wajah itu dari belakang kelas. Wajah sederhana namun dapat menimbulkan perasaan aneh di dalam hatiku. Perasaan aneh yang mungkin sudah dialami seluruh gadis remaja di dunia ini, kecuali aku. Di usiaku yang ke tujuh belas ini, baru kali ini aku merasakan perasaan aneh tersebut. Inikah yang mereka sebut cinta ?
Rendi Permana, nama siswa yang membuatku merasakan perasaan aneh tersebut. Dia adalah ketua murid dikelasku. Namun, walaupun dia seorang ketua kelas, sosoknya jauh dari kesan serius. Malah Rendi cenderung santai dan konyol. Seringkali dengan celetukannya dia membuat seisi kelas tertawa. Sifatnya itulah yang membuatku nyaman apabila berada didekatnya.
“May...” Panggil seseorang membuyarkan lamunanku.
“Kok kamu senyum-senyum sendiri sih ?” Lanjutnya padaku.
“Eh Tania, kamu pernah jatuh cinta ngga ?” Tanyaku pada Tania, sahabatku.
“Tumben banget kamu ngomongin cinta, biasanya juga nggak jauh-jauh dari makanan sama novel.” Ledeknya sambil duduk disebelahku.
“Aku juga normal kali, bisa ngerasain yang namanya cinta.” Ucapku membela diri.
“Ciiieee.. Yang lagi jatuh cinta..” Godanya lagi kepadaku.
“Apaan sih ? Eh menurut kamu, dia bakal suka sama aku gak ?” Tanyaku lagi pada Tania
“Maya sayang, kamu gila ya ?! Kamu tuh siswi tercantik di sekolah ini ! Kamu juga siswi pintar, siapa sih laki-laki yang nggak suka sama kamu ?” Jawabnya yang kali ini memujiku.
“Tapi aku pesimis dia suka sama aku ?”
“Eh, tunggu dulu. Sebenernya siapa sih laki – laki yang membuat hatimu luluh seperti ini ?” Tanyanya penasaran.
“Ih, mau tau aja.” Balasku meledek alih-alih menyembunyikan sosok Rendi.
***
Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa, kenaikan kelas tinggal menghitung hari. Aku dan teman-teman sekelasku berencana mengadakan perpisahan kelas, karena dikelas tiga nanti kelas kami akan diacak. Sebenarnya berat rasanya untuk meninggalkan teman sekelasku ini, khususnya Rendi, cinta pertamaku.
Setelah berunding, akhirnya kelas kami memutuskan untuk mengadakan perpisahan di kafe milik salah satu rekan kelas kami. Dipimpin oleh Rendi, akhirnya kelas kami berhasil menyusun rencana untuk perpisahan nanti.
Rendi ingin di perpisahan nanti seluruh siswa dapat mengeluarkan bakatnya. Baik itu bernyanyi, bermain musik, menggambar, melukis ataupun yang lainnya. Khusus yang menyanyi akan diiringi oleh seseorang yang bisa bermain musik yang dipilih secara acak.
“May kamu mau nampilin bakat apaan ?” Tanya Tania setelah mendengar pengumuman dari Rendi tadi.
“Nggak tau Tan, aku bingung.” Ucapku tertunduk.
“Eh kamu denger nggak si Rendi bakal main gitar di perpisahan nanti ?” Tanyanya padaku.
“Ya terus kenapa ?” Tanyaku balik padanya.
“Ya kamu nyanyi aja di perpisahan nanti, siapa tau kamu bisa berduet sama si Rendi.” Tanya Tania dengan senyum liciknya.
“Hah nggak salah kamu ? Aku kan nggak bisa nyanyi.” Ucapku menolak sarannya.
“Udah tenang aja nanti juga ada yang ngajarin. Lagian kamu suka kan sama Si Rendi ?” Keukeuhnya masih dengan senyum licik.
“…” Aku hanya diam dan tertunduk malu.
“Udahlah kamu jujur aja, aku udah tau kok. Keliatan banget tau. Yaudah aku daftarin kamu di bakat nyanyi ya ?” Ucapnya sambil melangkah mendekati Rendi untuk mendaftarkanku.
“Ya udah deh terserah kamu aja.” Ucapku pasrah.
Namun entah kebetulan ataupun sudah takdir, aku dipasangkan dengan Rendi untuk berduet di acara perpisahan nanti. Singkat cerita, Rendi merupakan salah seorang gitaris terhebat di sekolahku. Dia sering menjuarai berbagai kontes musik di tingkat kota maupun di provinsi. Sejujurnya aku bingung dengan perasaanku saat ini. Antara takut, senang dan gugup semua bercampur menjadi satu.
Setiap tiga hari sekali, aku selalu berlatih berdua bersama Rendi. Dan setiap kali aku berlatih, aku semakin kagum dengannya. Ternyata selain sifatnya yang santai dan humoris, Rendi juga memiliki sifat sabar dan lembut. Itu terlihat dari bagaimana dia mengajariku menyanyi. Dia selalu sabar dan membuatnya menjadi lelucon apabila aku melakukan kesalahan. Selain itu, dia juga terlihat lebih keren apabila sedang memainkan gitarnya.
Ketika sedang berlatih, banyak yang mengira kami sedang berpacaran. Memang kami terlihat sangat dekat ketika berlatih. Sebenarnya aku juga mengakui bahwa kami terlihat seperti orang yang sedang berpacaran. Hanya bedanya, dia belum mengungkapkan perasaannya padaku. Entah karena dia masih malu atau karena dia memang tidak ada rasa padaku.
Akhirnya hari yang dinantikanpun tiba. Acara berlangsung sangat meriah. Semua murid kelasku hadir. Bukan hanya itu saja, wali kelas dan beberapa guru pun ikut andil dalam acara ini berkat ajakan Rendi. Semua murid sudah memperlihatkan bakat mereka. Tinggal aku dan Rendi yang belum tampil. Jujur, saat ini aku merasa gugup dan grogi. Namun sosok Rendi yang mengiringiku menjadikanku lebih percaya diri. Setelah semua persiapan siap. Aku naik ke atas panggung dan siap untuk menunjukan hasil latihanku selama ini.
“Assalamualaikum. Malam ini Saya dan Rendi akan menyanyikan sebuah lagu dari Raisa yang berjudul Jatuh Hati. Selamat mendengarkan.” Ucapku dari atas panggung.
“Ada ruang hatiku yang kau temukan
Sempat aku lupakan kini kau sentuh
Aku bukan jatuh cinta namun aku jatuh hati
Ku terpikat pada tuturmu, aku tersihir jiwamu
Terkagum pada pandangmu, caramu melihat dunia
Ku harap kau tahu bahwa ku terinspirasi hatimu
Ku tak harus memilikimu, tapi bolehkah ku selalu didekatmu
Ada ruang hatiku kini kau sentuh
Aku bukan jatuh cinta namun aku jatuh hati
Ku terpikat pada tuturmu, aku tersihir jiwamu
Terkagum pada pandangmu, caramu melihat dunia
Ku harap kau tahu bahwa ku terinspirasi hatimu
Ku tak harus memilikimu, tapi bolehkah ku selalu didekatmu
Katanya cinta, memang banyak bentuknya
Ku tahu pasti sungguh aku jatuh hati
Ku terpikat pada tuturmu, aku tersihir jiwamu
Terkagum pada pandangmu, caramu melihat dunia
Ku harap kau tahu bahwa ku terinspirasi hatimu
Ku tak harus memilikimu, tapi bolehkah ku selalu didekatmu
Tapi bolehkah ku selalu didekatmu”
Suara tepuk tangan penonton terdengar meriah di telingaku. Mereka tampak puas melihat penampilan kami diatas panggung. Aku lega sekali karena kerja kerasku selama ini tidak sia-sia. Itu juga yang tampak pada wajah Rendi, dia terlihat senang dan puas sekali dengan penampilan kami barusan. Aku dan Rendi pun turun dari atas panggung.
“Tadi suara kamu bener - bener luar biasa !!” Ucap Rendi gembira sambil memeluk tubuhku.
“…” Aku hanya diam dan merasakan pelukannya yang begitu hangat.
“Eh maaf May.” Ucapnya seraya melepaskan pelukannya. Aku hanya tertunduk malu.
“Tadi kamu bagus banget nyanyinya.” Lanjutnya padaku.
“Makasih, kamu juga pas banget main gitarnya. Aku juga nggak bakalan sebagus itu, kalo kamu nggak latih aku.” Ucapku yang balik memujinya. Ya, ini semua juga berkat Rendi.
“Ahh bisa aja kamu. Ngomong – ngomong ada yang mau aku omongin sama kamu.”Jantungku langsung berdegup dengan cepat. Apakah Rendi akan.... Menyatakan perasaannya padaku ? Apakah ini saat yang aku tunggu-tunggu ?
“Apaan ?” Jawabku singkat. Berusaha menutupi kegugupanku.
“Mmm... Itu May, aku... Aku....” Rendi terlihat gugup. Tingkahnya itu membuatku tersenyum geli.
“Mau ngomong apaan sih Ren ? Bikin penasaran aja."
“Mmm... Nggak jadi deh, lain kali aja.” Jawab Rendi sambil tersenyum manis.
“Ngomong aja kali.” (Uh Rendiii ! Jangan bikin aku penasaran gini !)
“Udah ah mau tahu aja kamu.” Ucap Rendi sambil mencubit hindungku.
“Aduuuhhh !! Sakit tahu !!” Jeritku pura – pura marah padanya.
“Lagian kamu sih kepo banget.” Ia tertawa menatapku.
“Yaudah deh aku pulang duluan yah, cape banget soalnya.” Ucapku yang memang sangat kelelahan.
“Kamu yakin nggak mau ngelanjutin acaranya ?” Tanyanya padaku. Kalau boleh geer, Rendi terlihat seperti ingin menahanku. Tapi ah, mungkin itu hanya bayanganku saja.
“Mau sih mau, tapi aku takut sakit nantinya.”
Sekilas raut wajah Rendi terlihat kecewa, “Yaudah deh terserah kamu. Hati – hati dijalan.”
“Iya daahh !!” Teriakku sambil melambaikan tangan padanya.
Dan akhirnya aku pun pulang duluan menggunakan taksi sebelum acaranya selesai. Didalam taksi, aku merasakan perasaan tidak enak, aku seperti enggan meninggalkan Rendi di sekolah. Namun, aku segera menepis pikiran tersebut. Dan mencoba untuk menenangkan pikiranku.
Tak terasa aku sudah sampai di depan rumah. Segera aku masuk kamar dan menghempaskan tubuhku ke atas kasur. Dan akupun tertidur dengan pulasnya.
***
“Krriiiiinnngggg !! Krriiiinnnnggggg !!!” Suara alarm terdengar nyaring ditelingaku.
Dengan setengah sadar, aku mulai bangun dan pergi ke toilet untuk mencuci wajahku. Selesai dari toilet, aku kembali ke kasur dan mengecek ponsel milikku.
“Ada apa sih ? Kok banyak banget yang menelpon.” Pikirku bingung melihat log panggilan yang ada di ponselku.
Karena merasa bingung dan penasaran, akupun mencoba menghubungi Tania. Dia yang paling banyak menelponku semalam.
“Tan ada apa sih ? Kok banyak banget yang menelpon aku ?” Tanyaku dengan bingung setelah Tania mengangkat panggilannya.
“Rendi May… Rendi…”
“Kenapa dengan Rendi Tan ?” Tanyaku kebingungan. Terdengar suara Tania dicampur dengan isakannya. Apa yang sebenarnya terjadi ?
“Rendi kecelakaan May. Dia tertabrak mobil yang melaju kencang semalam. Kita semua udah mencoba menghubungi kamu berulang kali, tapi kamu tidak merespon. Saat ini dia tengah kritis di Rumah Sakit Mitra Kasih, di lantai tiga kamar 320.” Ucapnya sembari terisak - isak.
Tanpa pikir panjang, aku segera berangkat menuju lokasi yang diberitahukan Tania. Sepanjang perjalan pikiranku kosong dan tak mampu berpikir apa - apa. Tak berapa lama akupun sampai di Rumah Sakit tempat Rendi di rawat. Segera aku menaiki tangga menuju lantai tiga. Ketika sampai dilantai tiga, aku melihat teman – temanku tengah menangis. Tanpa mempedulikan mereka, aku berjalan masuk menuju kamarnya Rendi.
Kubuka pintu itu secara perlahan. Dan kulihat semua orang yang berada di dalam sedang menagis namun kulihat Rendi sedang tidur sambil tersenyum. Akupun mendekati Rendi.
“Rendi….” Suaraku parau memanggil namanya. Nafasku terasa terambil. Dadaku sesak. Rendi... Benarkah itu kamu yang terbaring di sana ? Benarkah yang terbaring di ranjang itu kamu yang semalam bernyanyi bersamaku ? Benarkah itu kamu yang aku cintai ?
“Maaf May kamu harus kuat yah…” Tania berucap sambil tetap menangis.
“…” Aku hanya diam mendengar ucapannya. Apa yang terjadi pada Rendi ? Kenapa dia bisa terbaring di sana ?
“Rendi udah nggak ada May, dia udah meninggal !” Ucapnya sambil menangis semakin keras.
Mendengar jawabnya tersebut, jantungku berhenti berdetak beberapa detik dan aku pun mulai menangis. Segera aku berjalan mendekati sosok yang tengah tertidur pulas tersebut. Entah mengapa, ketika aku melihat senyumannya yang manis itu, justru tangisanku menjadi semakin deras.
Tanpa diduga, tubuhku bergerak sendiri dan tiba – tiba memeluk tubuhnya. Saat ini kurasakan pelukannya begitu dingin. Berbeda sekali ketika dia memelukku kemarin. Sebelum pergi, aku mencium kening Rendi untuk pertama dan terakhir kalinya. Walaupun aku tahu Rendi yang kukenal sudah pergi untuk selamanya.
Diluar ruangan, Tania menemuiku.
“May.. Sebelum Rendi kecelakaan kemarin, dia menitipkan ini padaku.” Ucapnya sambil memberikan sebuah kado padaku.
Segera aku buka kado tersebut. Ternyata didalamnya terdapat sebuah boneka beruang yang sedang memeluk hati dan sepucuk surat.
“Untuk Maya. Maaf ya May, selama ini aku nggak bisa ngasih kamu apa – apa. Mungkin cuma ini yang bisa aku kasih sama kamu. Walaupun harganya nggak seberapa, tapi semoga saja kamu suka. May aku juga pengen jujur sama kamu. Sebenarnya aku suka sama kamu. Bahkan, aku suka kamu sejak pertama kita bertemu. Ketika pertama kalinya aku berbicara denganmu di antara hujan. Aku suka segala hal tentang kamu. Maaf ya May aku ngungkapin perasaanku lewat selembar surat. Semoga saja kamu paham. Tolong berikan jawaban kamu setelah baca surat ini. Oh iya, payung hitam yang kamu pinjam waktu itu nggak usah kamu balikin. Anggap itu sebagai hadiah dariku. Salam hangat, Rendi.”
***
Langit mulai mendung dan udara dinginpun mulai menusuk tulangku. Sejenak teringat enam bulan lalu, ketika Rendi mencubit hidungku dan memberikan payungnya padaku.
Kulihat hari semakin sore. Aku mencari payung hitam pemberian Rendi di dalam tasku. Segera aku buka payung tersebut dan mulai berjalan menembus hujan. Ditemani Permana, boneka pemberian Rendi yang kuberi nama sesuai nama belakangnya. Semoga saja boneka ini dapat menemaniku seperti Rendi. Baik disaat aku sedang senang maupun sedang susah.
Namun aku tahu, hadiah dari Rendi itu bukanlah apa-apa. Waktu yang dia berikan padaku lebih berharga. Mengapa? Karena dia memberi sesuatu yang tidak mungkin rusak dan terulang kembali.
Namun aku tahu, hadiah dari Rendi itu bukanlah apa-apa. Waktu yang dia berikan padaku lebih berharga. Mengapa? Karena dia memberi sesuatu yang tidak mungkin rusak dan terulang kembali.
Dengan turunnya hujan ini, aku berharap aku bisa melupakan Rendi, walaupun aku tahu itu sangat berat. Dengan turunya hujan ini pula, aku berharap aku bisa menemukan penggati Rendi, walaupun itu terdengar mustahil bagiku. Rendi, walaupun ragamu sudah tidak ada disini, namun aku tetap yakin, jiwamu akan tetap tumbuh dan berkembang di dalam hatiku.
EmoticonEmoticon